BAB 6 MANUSIA MAKHLUK BELAJAR

Nama    : Tria Juliatul Rohmah
NIM      : 2302071013
Prodi     : D3 Desain Komunikasi Visual


BAB VI
MANUSIA MAKHLUK BELAJAR

6.1 Manusia Makhluk Belajar
    
    Posisi manusia sebagai mahluk Allah swt yang diberi kesempatan khusus untuk menentukan perubahan dirinya, dilengkapi dengan banyak kemampuan, di antaranya fleksibilitas adaptasi terhadap lingkungan, yang sekaligus menjadi kelebihan serta kekurangannya. Tak ada manusia yang baru lahir yang bisa bebas dari bantuan, pemeliharaan, atau pengayoman selama waktu tertentu dari manusia dewasa yang ada di sekelilingnya. Berbeda dengan binatang yang dipelihara oleh manusia, sekalipun kucing, harimau, anjing, monyet, burung, atau binatang lainnya, dipelihara dalam kondisi kehidupan manusia, mereka tetap binatang dengan ciri asli kebinatangannya. Kucing, tetaplah akan menjadi menjadi kucing yang bisa mencuri ikan ketika tuannya "meleng". Anjing yang menemukan --maaf-- kotoran manusia, ia akan tetap seperti anjing normal yang suka dengannya. Bahkan, ada anjing yang membunuh anak tuannya. Burung-burung, dalam cerita Angry Birds hanyalah hasil hayal manusia, tetaplah burung yang pada waktu tertentu berperilaku seperti burung asli. Burung tiung yang bisa ‘menirukan’ suara salam, doa, dan kalimat-kalimat thoyyibah lainnya, hanyalah hasil latihan yang lama dari upaya manusia, tidak menjadi penjiwaan dari sang burung.
    
    Sebagian bayi binatang, misalnya seperti anak ayam, hanya memerlukan waktu yang singkat untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya dalam pemeliharaan induk. Khusus makhluk mamalia, termasuk manusia, memiliki durasi kehamilan dan pengasuhan induk yang cukup lama, sehingga peran induk atau pengasuh menjadi sangat vital. Proses pembelajaran awal itu terus berlangsung sejalan dengan proses berperilaku yang diajarkan oleh para orang dewasa yang memengaruhinya. Manusialah yang kemudian membangun sekaligus merusak Bumi karena keberakalannyaKondisi makhluk lain sama sekali tidak pernah dikaitkan dengan kemampuan mengelola lingkungan, sehingga mereka tidak bisa melahirkan kebudayaan sebagaimana yang dilakukan oleh manusia. Oleh karena itu, hingga kini makhluk lain tidak pernah tercatat menghasilkan produk apapun yang kemudian disebut sebagai budaya fisik, yang menjadi salah satu unsur kebudayaan. Jika kini banyak cerita fabel yang menyuguhkan dunia burunga, binatang berkaki empat, ataupun binatang lainnya yang diceritakan ‘memiliki lingkungan khusus, seakan berbudaya’, itu mah hanya hayalan para pekomik dan animator saja. Allah swt Mahatahu tentang segala yang terkait dengan perencananNya.

6.2 Konsep Pendidikan yang Islami

    Ada tiga hal yang dijanjikan oleh Allah bagi manusia, ketika manusia telah sampai kepada akhir masa persinggahannya di Dunia. Sudah siapkah manusia menghadap Allah dengan bekal tiga hal tadi? Dalam satu hadits yang populer, Nabi Muhammad saw bersabda: "Ketika telah sampai ajal kepada semua manusia, terputuslah semua ikatan amal dunia, kecuali tiga hal: shadaqah jariyah; ilmu yang bermanfaat; atau anak shalih yang mendo’akan kedua orang tuanya"Yang pertama menjadi bahan pertanyaan kepada diri manusia: sudahkah manusia menjadi anak shalih yang mendo’akan kedua orang tua? Sudah siap jugakah manusia membina anak agar menjadi anak-anak shalih yang akan mendo’akan orang tuanya ketika mereka telah tiada? Untuk menjadi anak shalih, untuk membina anak supaya menjadi shalih, ternyata perlu ilmu, perlu pengetahuan yang luas tentangnya. Tentu, ilmu yang luas akan bisa didapat melalui kegiatan mencari ilmu, melalui kegiatan belajar.

    Hasil pencarian yang berupa ilmu bisa menjadi ladang amal yang masih akan mengalirkan pahala kepada pengolahnya, jika ilmu itu diamalkan, ditiru-terapkan kepada orang lain, dibagikan dalam bentuk amal pembelajaran, diturunkan kepada generasi pelanjut, dan amal-amal lain sejenisnya. Banyak temuan masa kini, ketika seorang ibu sedang mengandung, ada ibu yang terus menerus mengkondisikan bacaan Al-Quran yang tanpa putus sebagai lingkungan bagi janin. Hasilnya, tanpa perlu diajari secara khusus, anak yang dilahirkan kemudian telah bisa secara mudah belajar menghafal Al-Quran. Ada juga ibu yang melahirkan anak dengan kondisi difabilitas tertentu, dengan cara pengkondisian yang sama, bisa melahirkan anak yang hafiz Quran secara lancar. Hal itu lebih nyata hasilnya dibanding hanya sekadar pembentukan lingkungan dengan suara-suara musik klasik yang disarankan ilmuwan Barat. Di samping hal itu, ada teladan yang dicontohkan oleh Nabiyullah Muhammad saw, berupa perilaku yang menyertai janin yang dikandung, yaitu perilaku baik, sikap baik, doa yang baik, yang diusahakan secara terus menerus oleh orang tua, terutama ibu, yang sedang menanti lahirnya janin.
    
    Dikenal secara psikologis, apa yang dilakukan oleh orang tua ketika sedang mengandung anaknya, akan sangat berpengaruh kepada kondisi janin. Secara fisik, keadaan itu sangat tampak. Apapun yang secara fisik terjadi kepada ibu, akan berpengaruh langsung kepada janin. Seorang tua yang mengupayakan sesautu secara tidak halal, misalnya, ketidakhalalan hasil usaha itu akan menjadi konsumsi calon ibu yang sekaligus berdampak langsung kepada janinnya, menjadi darah dan bagian tubuh janin yang akan sangat berpengaruh selama hidupnya. Satu contoh yang keliru adalah tentang pelaksanaan ‘latihan’ ibadat shaum setengah hari, shaum sampai pukul sepuluh, dan sejenisnya. Konsep ibadat shaum yang telah ditanamkan secara salah dalam kebiasaan anak-anak akan tertanam di dalam pikiran anak-anak bahwa shaum bisa setengah hari. Padahal shaum yang benar adalah yang mengikuti aturan yang telah ditetapkan secara syar’i yaitu sejak terbit fajar hingga tenggelam matahari. Menanamkan kekacauan pengertian sejak dini itulah yang akan merusak sistem memori anak. Kekacauan konsep akan tertanam lama di dalam pengalaman anak, yang akan menjadi bekal pengetahuan hingga dewasa. Setelah itu, biasanya, diturunkan lagi kepada generasi lanjutannya, anaknya, cucunya, dan seterusnya. Tak ada satu temuan pun yang menyatakan bahwa masa kecil, masa pendidikan awal yang kini diwadahi dalam PAUD, terlepas dari keberadaan masa selanjutnya. Pembelajaran Al-Quran di TPA dan TKA, diperkirakan bisa membawa dampak baik terhadap kecintaan awal kepada Al-Quran.


6.3 Kewajiban Belajar bagi Muslimin dan Muslimat

    Perhatikan hadits Nabi saw yang sangat populer terkait dengan kewajiban aini mencari ilmu "Thalabul-ilmi fariidhatun alaa kulli muslimin wa muslimatin: Mencari ilmu itu merupakan suatu kewajiban bagi muslimin dan muslimat"Mencari ilmu secara umum, berdasarkan kandungan hadits tersebut, tentu, fardhu ain. Teapi sesuai dengan kemampuan masing-masing manusia, tidak mungkin kewajiban itu mencakup semua jenis ilmu. Artinya, semua msulimin dan muslimat, secara terbatas, hanya mungkin mempu menguasai jenis-jenis ilmu tertentu saja. Dalam salah satu ayat, Allah swt telah menegaskan: "Tidak aku berikan ilmu itu kepadamu melainkan serba sedikit". Sekalipun ayat ini berkaitan dengan penjelasan ilmu tentang ruh, tetapi banyak ulama menghubungkannya dengan ilmu-ilmu yang lain jugaMencari ilmu itu adalah perbuatan wajib, fariidhah. Karena dalam hadits Nabi saw tadi, tidak ada pembatas, siapa yang terkena kewajiban mencari ilmu itu, laki-laki atau perempuan yang mengaku Islam sebagai tuntunan hidup. Allah menetapkan secara adil kepada siapapun pelaku amal kebajikan maupun keburukan. Oleh karena itu, kewajiban mencari ilmu pun menjadi kewajiban muslim maupun muslimat, tanpa kecuali. Tak ada istilah kewajiban lelaki atau perempuan semata, tetapi lelaki maupun perempuan memiliki kewajiban yang sama untuk mengolah beragam ilmu yang telah disediakan bakalannya oleh Allah.

    Ilmu Allah swt itu sangat beragam. Ilmu Allah swt itu open source. Semua bahan ilmu telah Allah swt siapkan sebagaimana Allah swt menebar bibit tanaman yang beterbangan dibawa angin. Siapa yang mau menangkap bibit-bibit ilmu itu, Allah swt tidak membatasi. Siapapun pengolah ilmu yang rajin, tekun, (istiqamah) dalam pengembangan keilmuan, Allah swt berikan kepada mereka ilmuNya. Tak ada batasan harus beriman baru akan mendapatkan ilmu Allah swt. Bayangkan, jika semua kegiatan pengkajian ilmu keagamaan, sama seperti bidang keduniaan, masuk ke dalam kelompok kewajiban kifayahIlmu tentang shalat sebagai contoh, tentu, harus dikuasai oleh muslim dan muslimat. Shalat yang bagaimana kalau dilakukan tanpa penguasaan ilmunya. Mengenai kedalaman penguasaan ilmu tentang shalat tersebut, masing-masing orang akan terkait dengan kemampuannya. Allah, «tidak menuntut seseorang di luar kemampuannya». Namun, kemampuan itu harus ditingkatkan sejalan dengan dasar kewajiban aini yang telah digariskan Allah dalam kewajiban menuntut ilmu. Dalam konsep Dinul Islam tidak dikenal istilah kewajiban untuk kelompok tertentu. Seorang ulama adalah ahli, pakar, expert, dalam bidang kajian keagamaan. Seorang ulama, pasti, tidak langsung menanggung kewajiban orang lain dalam mengembangkan ilmu.

6.4 Kewajiban Belajar Sepanjang Hayat

    Kewajiban mencari ilmu tidak mengenal pembatasan waktu. Selama manusia muslim dan muslimat masih hidup, kewajiban aini mencari ilmu itu masih tetap menempel. Tantangan Allah untuk seluruh manusia, agar selalu memperhatikan alam, mempelajari kejadian yang ada di alam, adalah bentuk lahan dan proses kegiatan mencari ilmu juga. Oleh karena itu, Nabi Muhammad saw, empat belas abad yang lalu, telah mencanangkan proses belajar sepanjang hidupDan, kekeliruan yang sering dilakukan oleh ummat Islam adalah mengekor apapun yang datang dari hasil olah pikir masyarakat ilmiah Barat, "sekalipun harus masuk ke dalam lubang biawak".

    "Urgensi berkembangnya belajar sepanjang hayat di Indonesia, dilatarbelakangi oleh kondisi nyata masyarakatnya yang dihadapkan pada kian banyaknya pengangguran, bertambahnya penduduk miskin, melemahnya standar kehidupan dalam populasi penduduk yang makin bertambah, makin tajamnya jurang antara yang kaya dan yang miskin, dan sebagainya. Kesempatan ini merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk belajar seperti program-program kegiatan belajar kelompok , kegiatan belajar perorangan , dan kegiatan belajar melalui media massa". Itulah yang disukai oleh Allah swt, sesuatu yang dawam, terus menerus, sinambung dalam semangat melakukan kebaikan. Sarana kerap ditunjuk sebagai sesuatu yang menjadi kunci keberhasilan pembelajaranTetapi, sarana lengkap yang tanpa semangat pebelajar, pengelola pembelajaran, dan penentu kebijakan, hanya akan menghasilkan sampah-sampah teknologi. Technocare adalah jalan lain yang bisa menyeimbangkan keberadaan dan kondisi sarana dengan semangat belajar. Banyak perangkat kerja yang dihadirkan dengan penuh kebanggaan sebagai langakah «sadar teknologi», tetapi belum sejalan dengan wadah dan pengelola wadahnya. Begitu banyak bangunan yang belum siap untuk ditempeli segala macam perangkat teknologi pembelajaran, sementara itu barang yang telah disediakan hanya menjadi sekadar bagian pengisi ruangan, bahkan sebagai pajangan semata.

    Penerapan kewajiban belajar sepanjang hayat adalah dalam jiwa, jiwa yang dipenuhi kesadaran akan kewajiban, kesadaran akan akibat yang akan timbul jika kewajiban tidak diaksanakan sebagaimana mestinya. Begitu banyak gawai yang telah siap untuk digunakan secara menyenangkan sebagai sarana pembelajaran. Gawai-gawai itu bisa dimanfaatkan dalam program blended learning, yaitu menggunakan teknologi jaringan internet yang semakin mudah dan murah. Sementara itu, para pebelajara bisa juga memiliki webblog yang bisa digunakan untuk mengunggah tugas-tugas mereka
Mungkin dalam proses pembelajarannya ada shelter yang menjadi tempat pemberhentian sesaat. Terminal yang menyebabkan kegiatan pembelajaran terhenti bukan sifat program belajar sepanjang hayat. Yang pasti, seseorang baru bisa lepas dari ikatan kewajiban belajar sepanjang hayat ketika yang bersangkutan telah selesai masa tugasnya sebagai manusia!.

6.5 Konsep Hidayah

    Dalam Dinul Islam pengertian hidayah adalah petunjuk yang datang dari Allah. Seperti telah diuraikan, hidayah adalah nikmat yang dianugerahkan oleh Allah hanya kepada ma-nusia tertentu. Tidak semua manusia bisa mendapatkan hidayah. Penganugerahan hidayah ini adalah hak prerogatif Allah. Nabi Muhammad yang menjadi kekasih Allah, sama se-kali tidak memiliki kekuasaan untuk memaksa Allah menganugerahkan hidayahNya kepada Abu Thalib pada saat menjelang ajal. Setelah Al-Quran menjadi kitab yang lengkap seperti sekarang, tidak ada istilah menunggu hidayah. Hidayah telah tersedia. Siapapun bisa mengakses hidayah itu secara bebas.Al-Quran masa kini, bisa ditemukan dalam berbagai bentuk tampilan. Ada Al-Quran berupa buku bendelan yang biasa, dengan berbagai ukuran. Bagi para pengguna komputer, begitu banyak versi Al-Quran yang telah dikemas untuk dibaca, dipelajari, atau bahkan yang menjadi add-in yang akan memudahkan pengelolaannya beserta program lain yang telah ada. Hidayah telah tersedia. Apakah manusia mau merespons hidayah tersebut? Memang, Allah tetap menentukan siapa yang berhak dan siap menenrima hidayah atau tidak. Tetapi sejalan dengan jiwa ayat Al-Quran yang menyatakan bahwa "Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang mengubh dirinya", ada kepastian bahwa Allah tidak mengunci mati kondisi hidayah itu. Allah memberi kesempatan kepada siapapun untuk mengakses hidayahNya yang telah beragam tampilannya, tanpa perlu ke-sulitan sebagaimana yang pernah dialami paman Nabi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MEDIA INFORMASI

Nama      : Tria Juliatul Rohmah NIM         : 2302071013 Prodi        : D3 Desain Komunikasi Visual POSTER PPDB  MAN 2 BANYUWANGI         P...