TUGAS 1-PENDAHULUAN

Nama    : Tria Juliatul Rohmah
NIM      :2302071013
Prodi     : D3 Desai Komunikasi Visual

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Kebenaran Mutlak dan Kebenaran Sementara

        Kebenaran banyak jenis dan lingkupnya. Nilai kebenaran dipandang terikat ruang dan waktu. Begitu banyak orang yang “memiliki” atau “memegang” nilai-nilai kebenaran, tatapi belum tentu nilai kebenaran tersebut berada pada ruang dan waktu yang cocok bagi semua orang. Para pemuja culture studies menghargai keberadaan semua nilai “kebenaran” dalam semua tataran ruang dan waktu. Bagi mereka, tak ada kebenaran yang dianggap salah. Semua ruang dan waktu memiliki nilai kebenaran sendiri-sendiri, sekalipun hanya didukung oleh segelintir masyarakat, sebagai nilai kebenaran hakiki yang patut dihargai keberadaannyaNilai kebenaran, seperti yang didengungkan para penganut teori cultural studies, adalah kebenaran sesaat dan selingkung. Lebih ekstrem lagi para post-modernis yang ingin memutarbalikkan kesadaran para modernis hampir dalam segala hal. Sekalipun demikian, konsep perubahan terus-menerus, sebagai jiwa modern, masih tetap dipertahankan. Oleh karena itu, tak ada ruang yang ramah yang bisa dipakai untuk membicarakan kebenaran mutlakNilai kebenaran yang bersifat Ilahiah, sangat mutlak. Kemutlakan itu mengindikasikan sesuatu yang tetap, tidak akan berubah, bahkan sama sekali steril dari kemungkinan tafsir- tafsir. Tafsir yang empiris ilmiah sekalipun. Dalam menimbang nilai-nilai kebenaran, Islam mengenal tiga tingkatan proses pemahaman tentangnya. Ada nilai kebenaran yang disebut ‘ilmulyaqiin , ‘ainulyaqiin , dan haqqulyaqiin. 

        Allah menentukan aneka kebenaran terkait dengan berbagai hukum yang harus dijalani dan dipatuhi oleh manusia. Tak ada satu bendapun yang luput dari pengaturan Allah. Sehingga, istilah hukum alam yang mengacu tata aturan alam yang lengkap, sempurna, dan teratur, pada dasarnya adalah kebenaran mutlak dari Yang Maha Menguasai, Allah swt. Ketentuan pasti tadi adalah ketentuan umum yang tidak bisa diubah oleh siapapun kecuali hanya oleh Allah. Itulah sunattullah, ketentuan dari AllahTataran kebenaran mutlak sangat luas dan sudah pasti universal. Kebenaran firman Allah, ketentuan Allah, aturan Allah, akan sangat kompatibel dengan kondisi manapun, tempat apapun, zaman kapanpun! Tetapi, karena begitu banyak manusia yang tidak siap yakin terhadap kebenaran mutlak dari Allah ini, dalam kondisi tertentu kebenaran itu seolah-olah masih memerlukan bukti empiris dalam tataran kebenaran ainulyaqiin, kebenaran yang terindera, kebenaran yang tersaksikan secara kasat mata. Memang, untuk menjangkau pemahaman tentang kebenaran yang mutlak, yang haq, memerlukan perangkat kesadaran lebih dari sekadar sikap ilmiah, yaitu perangkat keimanan! Kebenaran yang berada pada tataran haqqulyaqiin hanya akan didapatkan pemahamannya oleh sementara orang yang telah memiliki nilai keimanan. Dalam tataran kebenaran ilmiah, tak ada sesuatu pun yang bisa dikategorikan sebagai kebenaran yang mutlak.

1.2 Keterbatasan Ilmu Pengetahuan

        Allah memberi kebebasan menentukan pilihan kepada semua manusia. Tetapi, kepada mahluk lain selain manusia dan jin, Allah menetapkan ketetapan yang pasti, ketetapan yang tidak bisa diubah. Semua tumbuhan mematuhi segala aturan pertumbuhan dan perkembangan yang telah ditetapkan oleh Allah. Semua binatang tidak pernah menolak mengikuti fitrah kehidupannya yang telah dipastikan oleh Allah. Begitupun para malaikat dan iblisIlmu Allah adalah ilmu yang open source, yang bisa dimanfaatkan oleh siapapun yang memiliki semangat pencarian tinggi dan istiqamah. Keunggulan manusia, seperti yang dicontohkan dalam peristiwa Nabi Adam dengan Iblis dan Malaikat, adalah pengetahuannya tentang segala yang ada di alamAllah menyiapkan Nabi Adam, juga keturunannya, sebagai mahluk yang unggul dibanding mahluk lainnya. Manusia telah dipercaya menjadi khalifah di atas Bumi, sebagai bukti keunggulan tadi, di samping keunggulan yang melengkapinya yaitu dalam bentuk kesempurnaan penciptaan (lihat Q.S. At-Tiin, 95: 04) .

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya



1.3 Proses Berpikir Ilmiah

        Dari hasil percobaan-percobaan yang telah dilakukan oleh manusia, tersusunlah pola-pola berpikir yang dianggap logis, sebagai bentuk pola berpikir ilmiah. Oleh karena itu, penemuan ilmiah, teori ilmiah, bisa ditelusuri dan dikaji ulang, diuji ulang, melalui jalan yang sama oleh ilmuwan yang berbeda. Ketika Charles Darwin membangun teori tentang The Universe, yang kemudian begitu banyak orang di dunia ilmu pengetahuan, lebih khusus bidang kajian biologi, percaya betul cerita tentang evolusi bentuk tubuh manusia yang berasal dari sejenis binatang primata. Waktu itu, tidak ada yang penasaran, apakah proses evolusi itu berhenti pada bentuk manusia masa kini? Darwin tidak mampu menunjukkan bukti tesisnya. Dia berlindung dalam dinding kokoh yang dia bangun, yang disebut the missing linkTahun 2000, setelah begitu lama teori evolusi itu menjadi pegangan para ilmuwan, Harun Yahya menulis buku yang begitu gamblang, menunjukkan bukti-bukti kesalahan teori Charles Darwin. Yahya menunjukkan bukti-bukti ilmiah yang menentang teori Darwin. Kesalahan teori Darwin ditunjukkan dengan berbagai bukti nyata, empirik, yang ada di alam, sebagai bukti tak terbantah

    Proses berpikir ilmiah didahului oleh keraguan, ketidakpercayaan, keheranan, keingintahuan, yang dilanjutkan dengan kegiatan menyusun rancangan kegiatan pencarian jawaban atas segala keingintahuan itu. Prinsip utamanya, kegiatan ilmiah selalu dimulai dengan ketidakpercayaan. Sementara itu, proses berpikir ilmiah berbeda dengan proses berkeimanan, yang harus didasari oleh kondisi kesiapan menerima apa yang telah ditetapkan oleh Yang MahakuasaDi dalam proses berkeimanan, ada yang bisa dibuktikan secara ilmiah,ada juga yang pembuktiannya bertalian dengan waktu tunggu pengujian nilai keimanan manusia tentang kebenaran yang hak, haqqulyaqin.


1.4 Proses Berkeimanan

    Berpikir dan bersikap ilmiah berbeda dengan prinsip keimanan. Keimanan harus didahului oleh keyakinan-keyakinan tertentu. Peristiwa yang dialami oleh Nabi Musa, dalam proses pencarian kepastian tentang sesuatu yang Mahakuasa, seperti yang digambarkan di dalam Al-Quran, bisa dijadikan contoh proses pencarian Tuhan hampir semua manusia masa lalu, sebelum datang kembali Nabi-nabi Allah yang diutus sebagai RasulBegitupun keimanan tentang adanya alam akhirat, surga, neraka, kehidupan di dalam qubur, dan aneka keimanan atas hal ghaib lainnya, tidak memerlukan bukti empirik yang fisik, atau pengalaman langsung. Apakah Nabi Nuh sudah tahu bahwa akan ada banjir besar ketika diperintah melalui wahyu Allah swt untuk membangun perahu besar? Alakah Nabi Ibrahim tahu bahwa perintah Allah swt untuk menyembelih Ismail, anak kesayangannya, akan diganti dengan ghibas? Apakah 

    Nabi Musa tahu bahwa ketika Allah swt memerintahkan untuk memukulkan tongkatnya ke permukaan laut, laut itu akan terbelah menjadi jalan? Yang pasti mereka tahu bahwa mengikuti tuntunan wahyu Allah swt itulah yang harus dilakukan! Apa yang akan terjadi setelah para Nabi tadi mengikuti perintah Allah swt, sama sekali mereka tidak tahu. Bahkan, bagi sekelompok orang tertentu yang terpilih, penjelasan-penjelasan itu sudah cukup menjadi jalan yang mengantarkan mereka ke dalam tataran haqqulyaqiin. Keadaan itu, tentu, sangat terkait dengan nilai-nilai keimanan yang telah dimiliki oleh kelompok orang tadi. Allah menyebutnya sebagai ulul-albaabAda jalan menuju kebenaran haqqulyaqiin melalui hasil penelitian yang dilakukan oleh seseorang.

 Emoto menemukan bahwa air, sesungguhnya, sangat rentan terhadap situasi lingkungan. Air, sebagaimana mahluk Allah lainnya, ketika diberi perlakuan tertentu, ia akan merespon perlakuan itu sesuai dengan sifat perlakuannya. Ketika air disumpahserapahi dengan kalimat buruk, air tidak bisa membentuk kristal . Lain halnya ketika air diperlakukan secara baik, diberi kata-kata indah, tulisan yang baik, suara musik yang tenang, bahkan suara dan kalimat tertulis dalam bentuk do’a, air merespon kondisi lingkungan baik itu dengan bentukan kristal yang amat bagus. Langkah-langkah kegiatannya sangat empirik. Hasil penelitiannya sangat valid sebagai bentuk bukti bahwa mahluk-mahluk Allah, apapun bentuk dan jenisnya, memiliki hubungan langsung dengan lingkungan, dan bisa merespon apapun yang ada di sekitarnya. Itu adalah salah satu di antara tanda-tanda kemahabesaran Allah. Tetapi, begitu banyak orang yang belum bisa menyadari tentangnya. Tak lama setelah terbit buku Emoto, muncul buku yang mempertanyakan apa yang menjadi temuan Masaru. Beberapa pertanyaan yang ditujukan untuk mempermasalahkan hasil penelitian Masaru, disampaikan oleh penulis buku The Untrue Power of Water sebagai (lawan) The True Power of Water, adalah masalah metode penelitian dan data hasil penelitian. Metode penelitian Masaru dianggap tidak ilmiah oleh Yoroshii Haryadi dan Azaki Karni, mereka membuktikan Masaru Emoto tidak jelas dalam mengambil sampel air dan tidak menceritakan secara detail bagaimana proses meneliti kristal air tersebut, serta membuktikan belum ada ilmuwan lain yang menemukan hal yang sama dengan temuan Emoto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MEDIA INFORMASI

Nama      : Tria Juliatul Rohmah NIM         : 2302071013 Prodi        : D3 Desain Komunikasi Visual POSTER PPDB  MAN 2 BANYUWANGI         P...